Cara
bakteri menjadi resisten
Meminum antibiotika untuk mengobati
pilek atau penyakit yang disebabkan oleh virus, tidak hanya tidak bermanfaat
tetapi juga dapat menimbulkan bahaya. Dalam jangka panjang hal ini dapat
membuat bakteri menjadi lebih sulit untuk dimusnahkan. Penggunaan antibiotika
yang sering & tidak sesuai keperluan dapat menghasilkan jenis bakteri baru
yang dapat bertahan terhadap pengobatan yang diberikan atau yang disebut dengan
resistensi bakteri. Jenis bakteri baru ini memerlukan dosis yang lebih tinggi
atau antibiotika yang lebih kuat untuk dapat dimusnahkan.
Penggunaan antibiotika yang tidak
sesuai mendorong perkembangan bakteri yang resisten. Setiap orang yang menggunakan
antibiotika, maka bakteri yang sensitif akan terbunuh tetapi bakteri yang
resisten akan tetap ada, tumbuh & bereproduksi. Beberapa bakteri secara
alami memang resisten terhadap antibiotike tipe tertentu. Namun, bakteri juga
dapat menjadi resisten melalui dua cara: dengan mutasi genetika atau dengan
mendapatkan resistensi dari bakteri lainnya.
Secara genetis, resistensi
antibiotika menyebar melalui populasi bakteri baik secara “vertikal,” saat
generasi baru mewarisi gen-gen yang resisten terhadap antibiotika, dan secara
“horisontal,” saat bakteri berbagi atau saling menukar materi genetis dengan
bakteri yang lain. Transfer gen secara horisontal dapat terjadi diantara
spesies bakteri yang berbeda.
Secara lingkungan, resistensi
antibiotika menyebar saat bakteri tersebut bergerak dari satu tempat ke tempat
yang lain; bakteri dapat menyebar melalui udara, air, dan angin. Orang dapat
menyebarkan bakteri resisten pada orang lain; misalnya, melalui batuk atau
kontak langsung dengan tangan-tangan yang tidak dicuci sebelumnya.
Bahaya
resistensi antibiotika
Antibiotika sejak pertama digunakan pada
tahun 1940 merupakan salah satu kemajuan besar dalam dunia pengobatan. Akan
tetapi peresepan yang berlebihan terhadap antibiotika mempunyai dampak terhadap
perkembangan bakteri yang menjadi tidak responsif terhadap pemberian
antibiotika, yang sebelumnya pernah berhasil (resisten). Selain itu anak-anak
yang mengkonsumsi antibiotika yang seharusnya tidak diperlukan mempunyai resiko
untuk mengalami efek samping lain, seperti gangguan perut & diare.
Bahaya resistensi antibiotika merupakan
salah satu masalah yang dapat mengancam kesehatan masyarakat. Hampir semua
jenis bakteri saat ini menjadi lebih kuat & kurang responsif terhadap
pengobatan antibiotika. Bakteri yang telah mengalami resistensi terhadap
antibiotika ini dapat menyebar ke anggota keluarga, teman ataupun tetangga lain
sehingga mengancam masyarakat akan hadirnya jenis penyakit infeksi baru yang
lebih sulit untuk diobati & lebih mahal juga biaya pengobatannya.
Masalah resistensi antibiotic saat ini
Masalah resistensi ini terjadi akibat rendahnya rasionalitas
penggunaan antimikroba yang sudah menjadi masalah dunia. Jika tidak segera dikendalikan maka dalam beberapa tahun ke depan akan
terjadi pandemi resistensi antibiotik, karena kecepatan
resistensi lebih cepat dibandingkan dengan kecepatan pengembangan antibiotik.
Sejak tahun 2007 tidak ada satu jenis pun antibiotik
pun yang dikembangkan, sedangkan pada tahun 2000-2007 hanya didapatkan 2 jenis
antibiotik. Tapi sayangnya antibiotik tersebut tidak mengganti antibiotik yang
sudah ada sebelumnya. Bayangkan saja
dalam kurun waktu 7 tahun hanya ada 2 antibiotik dan jenisnya sama seperti yang
lain. Jadi kalau antibiotik yang lain sudah resisten, maka antibitoik ini juga
akan resisten.
Beberapa hal diketahui menjadi penyebab lambatnya
pengembangan antibiotik. Salah satunya adalah penelitian ini dianggap tidak
menarik. Para peneliti lebih memilih mengembangkan obat kardiovaskuler yang
nantinya dapat dijual dengan harga yang sangat tinggi. Sedangkan antibiotik umumnya hanya dapat digunakan untuk penyakit infeksi saja
yang sebagian besar terjadi di negara-negara berkembang dan miskin, sehingga
harga dari obat ini nantinya tidak akan mahal.
"Harus segera dilakukan pengendalian, karena kalau tidak pandemi resistensi antibiotik ini bisa segera terjadi. Selain
itu dilakukan pembatasan penggunaan misalnya antibiotik hanya boleh diresepkan
di rumah sakit tertentu oleh dokter subspesialis," tutur Prof Iwan.
Untuk itu diperlukan penanganan yang kompleks dan
upaya bersama serta kerjasama dengan beberapa stakeholder yang meliputi dokter
anak, dokter spesialis, apoteker, pembuat obat dan juga lintas sektor.
Kita pun dapat berperan secara aktif untuk menghambat
terjadinya resistensi bakteri, caranya adalah dengan menggunakan obat
antibiotika secara tepat & sesuai range terapi. Meskipun antibiotika
merupakan obat yang sangat kuat, akan tetapi antibiotika hanya efektif untuk
digunakan terhadap penyakit yang disebabkan oleh bakteri & bukan oleh
mikroba lain seperti misalnya demam, batuk atau flu. Berikut beberapa tips yang
bermanfaat apabila kita berobat ke dokter :
- Tanyakan apakah antibiotika yang diberikan bermanfaat terhadap penyakit yang tengah diderita saat ini.
- Jangan gunakan obat antibiotika untuk penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus seperti flu.
- Apabila mendapatkan antibiotika, harus digunakan sampai habis. Jangan sisakan antibiotika tersebut untuk pengobatan di lain waktu.
- Gunakan antibiotika yang diberikan sesuai saran dari dokter. Gunakan secara rutin sampai habis meskipun sudah merasa sehat. Jika pengobatan antibiotika dihentikan terlalu cepat, maka beberapa bakteri dapat bertahan hidup & menimbulkan infeksi kembali.
- Jangan gunakan antibiotika yang di resepkan untuk orang lain. Terkadang karena merasa gejala penyakit yang dirasakan sama, maka kita menyamakan pengobatan dengan orang tersebut, padahal bisa jadi kebutuhan tiap orang berbeda.
- Jika dokter menyimpulkan bahwa penyakit kita tidak memerlukan pengobatan antibiotika, tanyakan pengobatan lain yang dapat membantu meredakan gejala yang kita rasakan. Jangan paksa dokter untuk memberikan antibiotika kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar